Dalam sebuah studi, ternyata akibat dari ghosting/penolakan sosial dari seseorang dapat mengaktifkan rasa sakit di otak yang sama parahnya dengan sakit fisik.
Gili Freedman, orang yang melakukan penelitian tentang bahasa penolakan di St. Mary’s College of Maryland, dalam makalahnya tahun 2018 mengungkapkan bahwa ghosting sangat berkaitan dengan bagaimana perasaan kita tentang masa depan kita--atau apakah kita menganggap pasangan kita adalah "satu-satunya", yang merupakan pertanyaan tentang keyakinan versus takdir. Entah seseorang percaya bahwa hubungan tersebut mampu tumbuh atau mereka sedang mencari pasangan pola dasar (yang biasanya disebut belahan jiwa).
Baca Juga: HIGHLIGHTS: Milan Masih Hidup, Dua Gol Jadi Bukti
"Individu yang memiliki keyakinan terhadap takdir yang lebih kuat lebih cenderung melakukan ghosting," katanya.
Lalu , seperti apa cara untuk menghindari siklus Ghosting? Dr. Freedman menyarankan untuk mengubah cara kita menolak seseorang.
"Jalan tengah yang baik adalah secara eksplisit menolak seseorang dan mengatakan kepada mereka 'tidak', bukan 'Saya minta maaf," katanya.
Walau terlihat kasar dan sinis, tetapi perkataan ini lebih baik daripada membiarkan seseorang terlantar tanpa ada keterangan dan pergi begitu saja.
Mengambil resiko untuk berkata jujur dan apa adanya sesuai apa yang terjadi mungkin menjadi hal yang ingin mereka dengar. Hal tersebut lebih baik untuk harga diri, mental seseorang, stres dan waktu bagi seseorang.***